Seperti yang saya sampaikan dipost sebelumnya, kami sekeluarga lebaran di Kuala Simpang. Alasannya, kakak pertama saya dimalam pertama lebaran sudah harus dinas. Ya, kakak saya salah seorang bidan di Rumah sakit kabupaten. Di rumah sakit itu gak ada cerita libur, karena sistemnya itu shift. Jadi, kalau mau ya cuti atau ganti dengan orang lain, Tapi siapa coba yang mau ganti. Kalau di Aceh hampir semua pegawai di rumah sakit itu muslim, jadi semuanya mau lebaran siapa coba yang mau ganti. haha
Okaylah, jadi kami "Kikoku" di H+4. Kikoku adalah bahasa jepang dari kata "Mudik atau Back to Hometown". Sebenarnya, tahun ini itu mau family gathering di Berastagi, jadi janjian ketemuan di Medan. TApi, karena ada erupsi sinabung semuanya pada mundur dan kami di suruh pulang ke siantar. Jadi, ngumpulnya ke siantar. Alhamdulillah, kali ini family gatheringnya dadakan. Sebenarnya cuma saya saja yang niatan mau ekxplore Kebun Teh Sidamanik. Jadi rencananya mau naik motor aja perginya karena cuma sekitaran 1 jam lebih dari siantar. Tapi, Bou bilang sudah pergi ajalah semua ke sana. Niatan cuma ama sepupuan yang seumuran jadi pergi semua. Tapi akhirnya gak jadi eksis di Kebun Tehnya, Karena tujuan utamanya itu Tiga Ras. Tiga Ras juga bagian dari danau Toba . Tempatnya asyik. Masih bersih, walau akses jalannya gak sebaik akses jalan ke Danau Toba. Well, namanya juga ngumpul keluarga gak ada yang gak enak kan. Tapi, sebelumnya masak-masaklah dulu, buat bontto untuk dihajar disana. Kali ini selama perjalanan gak da saya dokumentasikan. Dokumentasi yang ada hanya di TKP saja. Kami masuk di Pantai Ardhana Tiga Ras, tempatnya enak. Gak ada binatang yang berkeliaran, terus fasilitas ibadah seperti mesjid bersih dan besar sama satu lagi ada Keyboardnya jadi bisa nyanyi gratis. haha
Oh ya, sebutan untuk keluarga besar kami adalah " Gerobak China Pasir ", mengapa ? Gerobak pasir itu adalah " Gerombolan Batak Susah di Usir " kenapa ada chinanya ? karena anak nenek itu ada yang nikah sama peranakan china dan jawa, jadi kan gak hanya batak - china juga ada di keluarga kami. Oh ya, kali ini juga yang pergi cuma 3 anak nenek aja. Dua keluarga anak nenek yang di tebing dan satu keluarga anak nenek di Medan gak ikut. Tapi, walau cuma tiga keluarga, tetap aja riweh. hahah
Ini, kami Gerobak China Pasir di lebaran 1436 H :
|
Disalah satu view di Pantai Ardhana |
|
|
Ini Salah satu cicit nenek yang jelas kali Chinanya. Pufuy biasa ia disapa |
|
Flying Fish |
|
Reyhan tampak belakang |
|
Menyantap Bontot |
|
Fannia, She is my Niece |
|
Me dan sepupu sebayaan *Vina jilbab Putih corak* |
|
Andri sang juru kamera dadakan |
|
Dilla, Selalu Terdepan ! Miss Rempong kami ;p *Anak pertama kak winda* |
|
Setelah tragedi terjadi, haha *Note : Saya jelaskan di bawah |
|
Kakak saya *baju orange* dan Vina |
|
Ibu saya yang jilbab Hitam bersama Kak butet |
|
Saya yang jilbab biru tua, Lets go bang !! |
|
Tertawa itu saat, kita di atas namun melihat orang lain susah untuk naik #Banana Boat |
Tadi di caption salah satu photo di atas, ada saya sebutkan TRAGEDI. What ? Pasti donk, setiap perjalanan menyisakan kenangan manis yang tak terlupakan. Sama seperti perjalanan kami hari ini, kenangan itu masih terekam jelas dibenak saya, bagaimana pada akhirnya saya bisa menyaksikan ekspresi dari seorang kakak sepupu yang belum pernah saya dapatkan sebelumnya. Hahaha
Dia biasa di panggil Kak winda, Ibu dari 3 anak yang super duper. Super riwehnya, super kelakuannya tapi juga super kecenya.:D. Agaknya kak winda bisa disebut seperti cerminan ibu-ibu muda yang hidup di era teknologi canggh dan agaknya pula berkat teknologi itu pula segala bakat dan kemampuan yang ada di dalamnya dapat di eksplore. Nah, dari hobinya yang satu inilah terjadi tragedi tersebut. Namanya liburan, pasti sebisa mungkin kita akan mendokumentasikan wajah kita di tempat-tempat dengan latar yang baik pula. Saya rasa hal itu adalah lumrah, tidak ada hal yang tabu saya pikir. :p Seingat saya, kami sampai di Pantai Ardhana itu sudah memasuki waktu Ashar, jadi sebagian orang tua Sholat dan kami menyantap bontot yang telah dipersiapkan. Saya rasa itu hal yang biasa dilakukan orang-orang kebanyakan. Setelah mengisi perut yang keroncongan, mulai suara anak-anak sorak sorai meminta untuk langsung berjebur menikmati segarnya air danau Toba kala itu. Dan bagaimana dengan kami ? Kami juga segera mengambil posisi yang cantik sebagai kenangan dengan persiapan per-eksis-an dunia maya. Ya, siap-siap buat update di Instagram atau facebook atau Path dan sejenisnya lah. Sama seperti kami, Kak Winda juga melakukan hal yang sama. Tak kerap dengan hoby nya itu *dibaca tetap mau eksis* dia sering mendapat sorakan dari kami walau kami tau itu kakak kami sendiri. hahah. Kala itu abang sepupu saya Andri didaulat menjadi photografer dadakan. Mulai satu persatu mengambil posisi untuk di cekrek. Dan tibalah giliran kak Winda, Dia mengambil posisi tepat dimana gambar di atas. Saya menjadi saksi mata yang juga berada di antara mereka kala itu. Saya mendengar instruksi dari sang juru kamera untuk mundur, namun tanpa di sadari lantai tempat berpijak kak winda itu Licin dan ia pun tergelincir. Okay, hasilnya semua mata tertuju padanya dengan begitu banyak sorakan menertawakan atau bahkan mengumpat dengan bahasa "tu kan rasakan, Tahankon". Namun kala itu kak winda hanya tertawa dan bangkit lalu berdiri, dan hanya mengeluhkan bagian dari bokongnya sakit akibat tergelincir. Tapi hal tersebut tak membuatnya jera, hingga terciptalah photo di atas. Dan akhirnya kak winda harus menerima kenyataan pahit, bahwa Handphone yang berada di genggamannya *iphone 4* retak. Ia yang baru menyadarinya, langsung memperlihatkan pada saya yang tepat berada di sampingnya. Sayangnya kala itu saya tidak memegang Hp, jadi tidak bisa mendokumentasikan wajahnya yang kala itu seperti Caleg yang kalah di pemilu, sedih banget. Apa yang terjadi setelah itu ? Bukan kata penyemangat yang keluar dari kami yang ada malah kebalikan yang terjadi. Tertawaan dan kata-kata hinaan dan lain sebagainya yang akhirnya malah menumpuk kemalangan kak winda hari itu. haha Seperti kata pepatah, Bukan "The End" kalau tidak indah, Sama seperti kak winda, Setelah semua tragedi itu terjadi ia masih bisa menikmati wahana yang tersedia bersama kami mulai dari flying fish, Banana Boat dan yang paling keren adalah menjadi penyanyi dadakan untuk mengisi suara di keyboard yang tersedia di Pantai Ardhana. So, Lets Go to be Happy !! *Goyang Dumang, Tarik kang !!!
|
Seperti inilah penampakan hasil dari tragedi itu *Ini photo dari mbah google, karena kemarin gak di dokumntasikan |
Seperti yang di sampaikan oleh Brad Henry :
"Families
are the compass that guide us. They are the inspiration to reach great
heights, and our comfort when we occasionally falter". Feelings of worth can flourish only in
an atmosphere where individual differences are appreciated, mistakes
are tolerated, communication is open, and rules are flexible -- the
kind of atmosphere that is found in a nurturing family. Yes, We are Nurturing Family :) :)
Sepenuh cinta, Cucu ke - 19 dari Alm R. Ritonga dan Almarhmah Hj Poniyem
Sally Irvina Ritonga
Komentar
Posting Komentar