Langsung ke konten utama

Postingan

Me~ Maksa ! [2]

Aku seperti berada dalam lingkaran panas. Keluar susah, lepas celaka. Benar, itulah kenyataannya. Aku seperti wayang yang dimainkan dalang. Bahkan merubah kedudukan untuk beberapa derajat pun tak bisa.  Aku juga seperti anak panah, yang terlepas oleh busur sesuai kehendak sipemanah. Bisa berbelok kenan dan kiri sesuai perintahnya, bukan perintah ku. Seperti pemaksaan pikir ku. Aku yang punya diriku tapi orang lain yang menentukan segalanya. Tapi ku pikir salah, ini bukan tentang me-maksa ini tentang ia yang memiliki segalanya. Layaknya budak tawanan perang, siapa yang berhasil menebusnya ia yang berhak atas kepemilikannya. Urusan budak senang atau tidak itu urusan ke-seribu, yang penting pemiliknya merasa puas! Ya, puas atas semua keinginannya tercapai. Sekali lagi ini bukan tentang Me-Maksa !

Me-Maksa !

Dari sejak awal aku sudah mengatakan dampaknya, lantas ia tetap menentukan pilihannya. Berulang kali kejadian terulang, begitu juga. Ia selalu begitu ! Tahan saja, karena bagiku sudah biasa. Orang di sekitar berulang kali mengingatkan, cukup ! Aku tetap menyergap,

Menyendiri

Bagi pecinta diam, menyendiri itu sahabat kentalnya. Dulu, masih lagi menjadi warga negara sibuk, hal yang paling dirindu kan adalah menyendiri menjelang ashar hingga setelah ashar di hari jumat, di mesjid-mesjid yang sengaja di cari hari sebelumnya, nyaman untuk sekedar menyendiri. Menyendiri bagi pecinta diam, itu seni membahagiakan diri. Disana ia dengan mudah menyemangati diri sendiri, sekedar mengambil jeda untuk sedikit bermimpi jangka panjang, dan untuk mimpi-mimpi jangka pendek yang segera terealisasikan. Menyendiri bukan penyakit, ia hanyalah pelarian bagi orang-orang yang tak mudah berbagi. Ia bukan lah hal yang perlu dilarang, bagi mereka sang pecinta diam ini hiburan yang paling hakiki. Istilah menyendiri bukan berarti ia yang tiada siapa-siapa. Hanya saja, si pecinta diam ini sangat sukar mempercayai orang lain, ia tak percaya. Nanti kau juga mengerti.  Tadi ku katakan, Si pecinta diam tak mudah mempercayai. Berbagi itu erat dengan kepercayaan. Jadi, bisa kau ba

Memendam Bukan Pendendam

Aku Terlahir menjadi anak tengah dengan satu kakak perempuan dan satu satu adik laki-laki. Kehidupan kami layaknya orang biasa. Menjadi anak tengah itu dilema, ingin berkuasa ada kakak, ingin bermanja ada adik. Saking dilemanya ia menjadi pribadi yang sangat mandiri. Cukup piyaway dalam mengolah rasa. Mengerti kapan harus berkuasa dan kapan pula harus bermanja :P/  Namun, ada satu hal dampak yang tak terelakkan. ia menjadi pribadi yang cukup pintar memendam perasaan. Ia  cukup mapan untuk mengalihkan perhatian.  Kehidupan kecil ku biasa-biasa saja. Tak banyak hal yang mampu ku ingat, atau bahkan memori ku tak benar-benar menyimpan kenangan saat umur balita. Hanya potongan kecil yang mampu ku ingat, 90% kehidupan balita ku sirna begitu saja, bagaimana dulu pertama kali masuk TK atau ada kejadian besar apa yang terjadi diumur kala itu nyaris tak bersisa. Entahlah, mungkin dari kecil pun otak ku sudah cukup mampu menyaring hal apa yang perlu dikenang dan mana yang tak perlu. Aku hany

Kehilangan

Siapa yang tak punya barang kesayangan ? Saya salah satu manusia yang tak punya barang yang demikian. Namun 3 tahun lalu terasa berbeda. Dimulai diawal tahun 2016 dapat oleh-oleh dari ibu ketika pergi keluar kota, nama kotanya tak asing, oleh-oleh khasnya juag tak asing. Namun berkat hadiah itu, mengubah segalanya. Sampai pada akhirnya diakhir tahun, aku pula mengunjungi kota tersebut. Sampai dikota tersebut adalah hal yang di impikan. Untuk bisa kesana aku harus benar-benar menghemat. Belum lagi, setelah sampai disana harus berjibaku dengan sambutan lalu lintas kota yang menghancurkan semua cita-cita, tambah lagi udara dan lingkungan yang tidak bersahabat yang pada akhirnya harus bersahabat dengan rumah sakit, dan ditutup dengan hasil yang nyaris membawa ku ke puncak cita tertinggi namun apadaya tangan tak mampu memeluk gunung, jemari tak mampu menggapai langit, ya aku terjatuh ! Namun, setiap kesedihan pasti ada kebahagian. Diselipkan derita yang begitu perih, aku akhirnya b

Perjalanan Dingin

Ini perjalanan yang dingin, Aku seperti ingin terus bersajak, Rasanya apa yang ada di benak sedang berdemo untuk segera dilimpahkan, berlagak seperti pujangga kelas kakap, Mobil yang mengantarkan ku telah meninggalkan ku, tepat di sebuah stasiun besar, Langkah kaki yang berat karena hati yang sedang bergaduh, semakin sulit karena gandengan dua tas yang menggelantung di badan, Akhirnya ku mulai juga perjalan ini seorang diri. Aku tak butuh orang lain untuk mengangkat beban yang ku bawa hari ini, cukup ku cari orang yang ku percaya dan menitipkannya sebentar saja sembari ku tunaikan tugas pada Rabb-Ku, Begitu pesan sahabat yang ku tinggal tanpa salam perpisahan. Dunia ini masih banyak orang baik, bergantian kami menitipkan dan dia, ya dia adalah dua gadis cantik sepelantaran dengan ku , satu kereta dengan ku namun berbeda tujuan , ya mereka dua mojang ti bandung, begitu orang sekitar ku menyebutnya . Ku tarik tas beroda memasuki perlintasan kedua, tempat kala itu k

Saya Kembali :)

baru saja kemarin aku sampai di tempat ini, Dengan pakaian yang sama persis dengan kedatangan ku 3 bulan yang lalu, aku pamit terlebih dahulu, Bukannya tak ingin dilepas, hanya saja dalam benak ku, yang di hantarkan itu hanya jenazah :p Bukan ingin mencari sensasi atau perhatian, tapi justru ini adalah hal yang tak akan menarik perhatian pikir ku, Terima kasih untuk setiap detik dan menit untuk kebersamaan, Terima kasih telah rela berbagi dengan ku, Terima kasih telah menerima ku, Terima kasih atas segala jamuan untuk ku, Setiap burung akan terbang bebas, namun ia pasti paham kemana ia akan kembali Begitu pula aku, biar jalan akan tersendat di beberapa kota, Sekedar meletakkan jejak, melukis warna di langit kota yang berbeda, Cuma sekedar mau berkata, bahwa Sally Irvina telah pernah berada di sana, Air mata adalah kawan sejati setiap perpisahan, Namun, hari ini aku ingin berbeda, aku tak ingin berkawan dengannya, Hari ini aku hanya ingin tertawa, Ya, Tertawa karena akhi