Langsung ke konten utama

Memendam Bukan Pendendam

Aku Terlahir menjadi anak tengah dengan satu kakak perempuan dan satu satu adik laki-laki. Kehidupan kami layaknya orang biasa. Menjadi anak tengah itu dilema, ingin berkuasa ada kakak, ingin bermanja ada adik. Saking dilemanya ia menjadi pribadi yang sangat mandiri. Cukup piyaway dalam mengolah rasa. Mengerti kapan harus berkuasa dan kapan pula harus bermanja :P/  Namun, ada satu hal dampak yang tak terelakkan. ia menjadi pribadi yang cukup pintar memendam perasaan. Ia  cukup mapan untuk mengalihkan perhatian. 

Kehidupan kecil ku biasa-biasa saja. Tak banyak hal yang mampu ku ingat, atau bahkan memori ku tak benar-benar menyimpan kenangan saat umur balita. Hanya potongan kecil yang mampu ku ingat, 90% kehidupan balita ku sirna begitu saja, bagaimana dulu pertama kali masuk TK atau ada kejadian besar apa yang terjadi diumur kala itu nyaris tak bersisa. Entahlah, mungkin dari kecil pun otak ku sudah cukup mampu menyaring hal apa yang perlu dikenang dan mana yang tak perlu. Aku hanya mengingat, aku adalah balita yang paling menjengkelkan. Cengeng. Setiap sampai dirumah nenek dulu, ibu harus benar-benar siap dengan ujung bajunya ditarik-tarik, aku tak bisa ditinggalkan, "Sambil bilang, Mak mak mak ". Aku juga bukan balita yang disukai, badan kurus tak bergizi, tidak mudah bergaul dengan orang lain, sekali-kali diambil "Aku menangis". Kalau ku baca-baca catatan rapot TK, tidak ada menggambarkan anak yang berprestasi. Yang ku ingat, setahun disana, aku hanya berhasil mengikuti pagelaran seni perpisahan yakni menari batok dengan raut wajah yang merengut, bukan karena gak dikasih jajan. Tapi aku takut, dan benar-benar tidak berani. Semua orang kala itu didandani dengan kepangan rambut dan pita warna-warni, sedang aku dengan rambut pangkas "batok kelapa" hanya bisa mengenakan bendo lope-lope berbahan plastik itu pun harus berulang kali diperbaiki karena berulang kali jatuh. 

Beranjak sekolah dasar, aku benar-benar menjadi pribadi yang benar-benar tangguh. Saking tangguhnya hari-hari ku habis diluar rumah. Ini menjadi bagian paling ku suka. Urusan prestasi jangan ditanya, ia melambung tinggi, tapi aku yakin ini karena hari-hari yang ku habiskan diluar ;p. Beranjak SD aku mulai paham meminta. Beranjak sekolah dasar, hampir semua barang yang kumiliki adalah warisan dari kakak tertua. Nasib anak tengah yang hanya berbeda satu tahun dan sama adek hanya 1,5 tahun. Kalau dulu, setiap tahun ajaran baru buku paket teman baru, kalau buku paket ku sudah penuh lipatan saking rajinnya kakak menggunakan buku paket tersebut. Belum lagi, saat meminta barang, karena kakak yang usianya lebih tua , ia terlebih dahulu dibelikan. Akhirnya, warisan  [lagi]. Karena kalau mau beli, barang yang lama masih bagus. Sedang Adek, Ia selalu mendapat yang baru. Selain jarak yang cukup jauh, ia juga berbeda jenis kelamin, Beruntung nasibnya. wkwkwkwkw. Itu Kenapa aku memilih jalur sendiri. Aku lebih senang menghabiskan waktu diluar sekolah dengan bermain diluar alias "melalak" hahaha. Disana aku mendapatkan hal yang baru, bukan warisan atau peninggalan. Aku benar-benar dimanjakan dengan dunia yang fana kala itu :p. Setiap meminta hal baru, diberi barang peninggalan itu cukup bisa ku maklumi, Irit Coy ! Dan untuk mengalihkan rasa, aku bermain keluar. Kan sudah ku katakan, Anak tengah yang satu ini cukup mahir dalam pelarian. Aku tumbuh dikalangan kawan-kawan sulung, itu menjadikan ku "manusia kuat" kuat nahan godaan barang baru, baju baru dan segala yang baru wkwkwkw. Dengan bermain keluar, aku akhirnya memiliki hal yang baru. Yang memang milik ku sendiri bukan milik orang lain apalagi warisan. Nah, dari sini aku mulai memendam dan mengalihkan. Sepengingat ku, jadwal harian ku penuh, benar-benar penuh. Aku menjadi pribadi mainstream, lain dari 2 saudara yang lain. Aku memenuhkan semua jadwal harian, mulai pergi sekolah mengikuti rombongan anak SMA dilanjut sekolah inti, pulang sudah senja minta les malam dirumah. Ini dampak yang cukup baik, belum lagi kelar les malam, aku sudah melanjutkan dengan les sore di tempat tenar dikota kecil ini, dilanjut ngaji dan minggu waktunya "menjejal kampung dengan sepeda". Pokoknya "jangan kasih kendor". Tak pelak, jabatan MenLu pun menjadi milik ku. Gang kecil mana yang tak ku tahu, nama orang dikampung lengkap dengan julukan pun ku tahu. Ini namanya, Mendayung sekali dua tiga pulau terampaui. Aku meminta hal baru yang benar-benar menjadi milik ku. Aku tak pernah lagi meminta barang, terkecuali memang tidak ada peninggalan sebelumnya. Aku menjadi pribadi yang berbahagia, karena ku yakin tak ada yang bisa mengambillnya. Bijaknya memendam dan mengalih telah ku pelajari dimasa ini. Saking bijaknya, pelarian ku membuahkan hasil. Prestasi ku melejit tinggi ketimbang masa TK dulu. Ini masa emas. Baper ? Iri ? Apa itu ? *tarikdasi.

Masa SMP aku menjadi pribadi mandiri, kemandirian ku cukup terlatih dimasa SD lampau. Aku memilih berangkat sekolah sendiri karena kakak ku lebih memilih untuk lama datang. Aku memilih untuk melanjutkan les dimasa ini. Ini masa emas memendam rasa. Kawantak banyak namun bermakna. Aku meilih menjadi siswa yang datang mengikuti pelajaran dan pulang dengan nilai cukup  baik untuk tidak remedial. Cinta-cinta masa pubertas pun tak singgah, kan sudah ku katakan aku cukup mampu mengalihkan. Masa SMA jangan ditanya lagi, ibuku salah satu centeng disekolah masa itu, jangan coba-coba mengambil sikap negatip kalau gak mau berasalah dirumah. Jadi SMP dan SMA ini sama saja, sama memilih dan memilah mana yang harus dibagi, mana yang hars dipendam dan dialihkan. Alhamdulillah, aku masih terjaga dengan norma yang ditaanam dari rumah, jadi apa itu pembelotan ? Aku benar-benar tak memahami. 

Kuliah, ini aku pikir ladang kebahagian. Apa yang terjadi dirumah tak terlihat oleh mata. Aku bisa benar-benar fokus dengan kegiatan perkuiahan. Sampai teman-teman yang lain bingung, sepertinya aku tidak pernah bermasalah. Aku menjadi tempat curhat untuk setiap orang. Akhirnya aku tumbuh menjadi manusia yang lebih kuat dengan cerita-cerita mereka. Aku hanya menangis tersedu-sedu kalau itu berhubungan dengan masalah kuliah, aku benar-benar bisa menutup rapat apa yang tengah terjadi, lantas kalau telah berlalu itu menjadi bagian nasehat yang ku berikan pada teman. Sampai sempat ada satu teman yang bilang " kalau dia gak mau curhat, karena dia sendiri gak pernah tau aku siapa ". wkwkwkwk. Ini masa indah mengalihkan, seakan tak terjadi apa-apa. Padahal ini adalah masa tersulit. Benar-benar sulit. Tapi ada yang indah diakhir waktu " setiap telah terlewati " ada satu hal nikmat yang ku rasa. Nikmat memendam itu ada di akhir, setelah semua reda dan berakhir indah lantas perlahan di bagi itu kenikmatan terhakiki. Bagaimana tak indah, kita menjadi pribadi yang cukup berjasa untuk membahagiakan diri sendiri, mampu menyusun puzzle jadi utuh dan  bermakna. Indah sekali rasanya. Sehingga dewasa aku bertumbuh menjadi manusia yang sombong, untuk sebagian besar orang lain. Karena setiap ada yang datang "tidak bisa" ku paksa untuk "bisa'', karena aku pula begitu, keluh itu di dalam jangan keluar. Jadi setiap melihat orang yang tidak dalam tracknya, aku tak mampu menarik ulur, karena setiap yang terjadi pada ku hasil kemampuan mengolah sendiri. Pribadi itu berubah jalan pikir orang lain, terhadap bentukan yang tumbuh didiri ini. Alhamdulillah, aku bahkan tak menghiraukannya :p wkwkwkwkw

Singkat cerita, apa dampaknya ? Dampaknya semakin aku memendam semakin pula aku mengingatnya. Ingatlah, setiap proses melupakan ada proses mengingat. Sehingga setiap kali didera dengan sifat yang memendam, aku harus bersahabat dengan waktu. Kalau ada masalah aku butuh berdiam diri sendirian, janga ada orang lain , tenang dan damai walau memang terkadang lama tapi ya begitulah sifatku yang tak mampu langsung berbagi. Apa yang ku terima ku telan bulat, mau manis pahit asam juga biasa aja rasanya. Cukup mengalihkan ke hal yang berfaedah, ketika terasa ringan, mulai pecahkan dan selesaikan. Kuncinya ketenangan. 

Berbeda dengan masa-masa belakangan ini, berbeda sekali. Aku tak mampu mengalihkan. Setiap ada masalah yang mendera, aku tak punya ruang ketenangan. Aku tak mampu mengalihkan secepat kilat. Berulang kali aku mencoba kilat, bukannya membantu orang yang disekeliling menimpali dengan sumpah serapah. Akhirnya, aku  menjadi pribadi yang tak mampu mengontrol diri sendiri. Aku menjadi pribadi yang bisa terlalu bahagia, bisa pula terlalu sedih. Aku benar-benar tak diberi ijin untuk mengalihkan. Maka pantas saja, disaat bahagia aku tertawa terbahak-bahak, disaat sedih aku bisa menangis gak karuan. Dan disaat marah aku mampu melampaui batas karena apa yang terpendam tak mampu tertampung lagi. Wabilhasil, Aku semakin tepuruk, bukan semakin tinggi. Padahal aku sendiri pula tengah cukup luar biasa berusaha bangkit. Setiap kali bermasalah, aku tak diijinkan untuk berdamai dengan waktu, boro-boro waktu, aku dijejal dengan sumpah serapah yang semakin menambah deretan kepedihan, setiap masalah terjadi, aku kembali lagi mengingat luka lalu. Belum siap yang lalu, sudah menambah. Menumpuk disana dan tak lagi tertampnung. Need a free space event it just  a small part, Please. 

Akhirnya, yang tampak terlihat aku menjadi pribadi pendendam. Menjadi pribadi sombong, padahal tumpukan luka lama itu terkuak kembali, tapi sialnya aku tak mampu mengalihkan. Aku sendiri bingung, harusnya dengan semakin tua aku semakin menjadi pribadi yang semakin tangguh. Aku benar-benar kehilangan kemampuan untuk bertahan hidup dengan orang banyak hahaha. Ah, sudahlah netizen ku, Ini tulisan  yang terpaksa di terbitkan demi mengalihkan kesempoyongan yang didera belakangan ini wkwkwkwkw


Your Silent writter,

Sally :) 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gadis Ponorogo

Kalian pernah bertemu dengan seseorang yang sangat menginspirasi ? Apa ? Belum ? hahah. Berarti kalau githu, saya duluan. Maksudnya saya duluan bertemu dengan orang yang seperti itu tak kurang dari 30 hari. Eitss, ini bukan 30 hari mencari cinta, namun ini 30 hari mencari jati diri dengan tujuan luhur menjadi manusia yang hakiki dengan kepribadian yang tinggi :))) *Tampang kece :)  30 hari terakhir ini, saya sangat bersyukur. Dikelilingi oleh orang-orang yang luar biasa. Terkadang saya suka mikir, bahwa diri ini selalu jauh dari syukur nikmat. Ingin rasanya, mengulang ke waktu lalu dan manarik kembali kata-kata yang penuh dengan kepesimisan setelah bertemu dan berada pada lingkaran yang luar biasa ini. Terlalu banyak intro, takutnya jadi gak penting terus nambahin dosa para reader karena bersumpah serapah pada tulisan gak penting ini !! *Tampang kece lagee :))) Beberapa hari yang lalu, salah satu dari mereka sebut saja namanya melati. Eh salah dink, Namanya Trisna Ari Rosinta

Post Paksaan #Eh

Dapat mention dari nyonyah yang kini berbeda pulau :p, Kata nyonyah, suruh tulis 17 resolusi baru di 2017, tapi saya lelah mikir resolusi. Saya mah siapa, Ngejalani sesuai norma yang berlaku aja sudah syukur, boro-boro mikir resolusi, Hidup sudah berat nyah !! Ditambah tugas dari nyonyah jadi tambah berat. hahaha Setelah beradu pendapat sengit, bersama nyonyah dan tuan diputuskan kalau diganti dengan 17 fact about me, terus di screenshoot di I.G setelah itu mention orang yang diinginkan. Pertama, saya tak ingin me-mention karena tak ingin di-mention :p. Deadline 2 hari setelah mention untuk pem-blogger amatiran kayak sayah adalah tenggang waktu sekarat urat nadi *lebay. Tapi nyonyah dan tuan suka maksa, mention tidak berkesudahan, dari pada punisment mending ditulis aja apa maunya. Ini pernyataan gak penting yang gak perlu dibaca seharusnya :p 17 fakta Unik Sally !!  Mari Di Mulai .. Nama saya Sally Irvina Ritonga lahir di padang dan hasil persilangan gen bapak Iriansyah

Hari #1

Saya kira, menikmati makanan enak itu adalah hak bagi segenap manusia yang ada di muka bumi. Jangan takut kalau mau makan, jangan sok kayak model papan atas yang mewajibkan punya ukuran badan yang minimalis supaya indah di pandang. Tapi kan gak semua manusia punya tuntutan yang seperti demikian, contohnya saya ! kwkwkw  Bisa makan dengan nikmat, selain butuh uang untuk menyediakan hal tersebut kita juga butuh dana untuk merawat tubuh supaya tidak sakit. Coba bayangkan, andai tersedia jejeran makanan yang lezat nan nikmat kalau kita sendiri tidak dalam keadaan baik misal demam, meriang, menggigil bisa di pastikan makanan nikmat tersebut tiada artinya.  Nah, sekarang coba lagi diperhatikan setelah uang dan kesehatan, saat menikmati juga butuh teman biar bumbu di makanan yang tadinya kurang garam sedikit, atau kurang micin sedikit jadi makanan sempurna yang ketika di telan. Bak katanya, teman yang mendampingi itu seperti micin alami ciye ciye ciye  1. Uang  2. Kesehatan  3. Teman  Terakhi