Langsung ke konten utama

Perjalanan Dingin



Ini perjalanan yang dingin,
Aku seperti ingin terus bersajak, Rasanya apa yang ada di benak sedang berdemo untuk segera dilimpahkan, berlagak seperti pujangga kelas kakap,
Mobil yang mengantarkan ku telah meninggalkan ku, tepat di sebuah stasiun besar,
Langkah kaki yang berat karena hati yang sedang bergaduh, semakin sulit karena gandengan dua tas yang menggelantung di badan,
Akhirnya ku mulai juga perjalan ini seorang diri.

Aku tak butuh orang lain untuk mengangkat beban yang ku bawa hari ini, cukup ku cari orang yang ku percaya dan menitipkannya sebentar saja sembari ku tunaikan tugas pada Rabb-Ku, Begitu pesan sahabat yang ku tinggal tanpa salam perpisahan.
Dunia ini masih banyak orang baik, bergantian kami menitipkan dan dia, ya dia adalah dua gadis cantik sepelantaran dengan ku , satu kereta dengan ku namun berbeda tujuan , ya mereka dua mojang ti bandung, begitu orang sekitar ku menyebutnya .

Ku tarik tas beroda memasuki perlintasan kedua, tempat kala itu kereta api bergerbong delapan berhenti,
Akhirnya sampai juga aku di bangku 11 E pada gerbong 2, sambil ku lirik kanan dan kiri ternyata benar, semuanya asing bagi ku,
Tak apa, kan sudah ku katakan ini perjalanan dingin.

Peluit itu telah berbunyi panjang, masinis pun mulai memainkan pedalnya,
Sedang kini aku tepat berada berhadap dengan seorang lelaki, tak banyak yang ku ketahui tentang nya,
Yang ku lihat, dia hanya menggunakan jaket kain hitam dengan simbol putih yang bertulis kan Widya Kelana ITB, 
Satu yang paling ku ingat adalah, ia berjenggot tipis dan di keningnya terdapat dua bundaran hitam kecil persis seperti ikhwan-ikhwan yang sering mondar-mandir ke mushala kala di kampus dulu. 

Lambat kereta api itu di pacu, dan perlahan meninggalkan stasiun besar,
Ku pejamkan mata, sambil melepas semua beban yang ada dan berujam dalam hati, kota itu telah berakhir mari hadapi kota selanjutnya, 
Kecepatan semakin ditambah oleh masinis, kecepatan itu pula yang menyadarkan bahwa perjalanan telah dimulai dari 30 menit yang lalu, 
Sambil liar mata ini melihat sekeliling yang tak seperti pemandangan biasanya. 

Satu persatu stasiun kecil terlewati, 
Mata ini tak juga ingin ditutup, Padahal telah sengaja ku atur jam tidur yang lebih lama, dan bangun lebih awal, 
Perjalanan ini semakin panjang pikirku, seakan jam ditangan ini mati, Lambat sekali pikir ku perjalanan ini.

Lamat-lamat mata ini melihat pemandangan, 
Mengapa ada butiran air yang menghias kaca jendela kereta ?
Benar saja, perjalanan ini semakin dingin ku rasa, 
Mengapa Hujan ? Mengapa ia selalu hadir di suasana yang begini. 
Ia seakan tak paham, kalau aku sedang sendiri, Dingin. 

Tapi, ku lihat lagi tumbuhan diluar. 
Ku lihat ia melambai-lambai gembira karena angin, 
Dan ku pikir itu cara mereka menyambut hujan, 
Mereka berbahagia, tapi mengapa aku tidak ? 

Aku suka hujan, aku suka baunya ketika menyentuh tanah, khas.
Kini aku hanya mampu melihat nya, dengan pembatas kaca datar tak bewarna, 
Sesekali ku lihat jalanan kota, kulihat banyak orang yang akhirnya berteduh, 
Sempat pula ku lihat, kegaduhan manusia yang sedang bermain bola ditemani hujan, Pasti mereka berbahgia.

Perjalanan ini semakin padat, karena setiap pemberhentian akan ada penumpang baru yang naik,
Sesekali mata ini ku pejamkan, karena kota tujuan ku masih jauh, 
Namun tetap saja ia memberontak, agaknya mata ini ingin dimanjakan oleh pemandangan asing,
Ia Liar melirik, mencoba merekam setiap depa perjalanan kala itu. 

Ku lirik lagi, tiada yang sendiri dalam perjalan hari itu, 
Hanya aku dan pemuda yang berhadapan tepat di depan ku yang sendiri,
Sedang orang di sekitar asyik bercengkrama, tertawa atau merebahkan bahu nya satu sama lain,
Ku putuskan untuk mulai menyimpan ingatan dalam tulisan yang langsung ku simpan di komputer jinjing yang semakin usang karena bertambahnya usia pemiliknya.

Beberapa kali ku perhatikan alat komunikasi yang ku miliki, Beberapa kali pula ia menampilkan pesan dari sahabat yang ku tinggal tanpa pelukan hangat,
Hanya rentetan senyum yang ku berikan untuk setiap pesan tersebut, walau ku tahu mereka merasa tertipu, 
Sesekali pula pikiran ku melayang pada mereka, 
Andai perjalanan ini ada mereka, pastilah singkat perjalanan ini,
Ach, angan ku melambung tinggi rupanya .

Lamat-lamat ku matikan komputer jinjing, 
Rasanya jari ini telah kaku, oleh dingin nya perjalan ini, 
Rasanya pikiran ku bukan hanya tentang yang akan tuju, tapi juga dengan kota yang baru saja ku tinggal,
Rasanya, Ach Rasanya seamkin dingin. 

Aku hanya mengingat perkataan dari seorang bapak di stasiun besar, 
" Dari mana nak ? ", ku jawab dengan menyebut kota itu dengan senyum,
Ia melihat ku dengan teliti, sambil bertanya " Sendirian saja kamu, nak ?", Belum sempat aku membalas jawabannya, ia langsung berkata " Biasanya kalau sudah begitu lama di kota ini, kau tak pergi sendirian ",
Ach, Perjalanan ini semakin dingin , padahal ketika aku pergi telah diantar oleh matahari yang binar . 

Udara semakin dingin, jam juga semakin dekat dengan pukul 7 malam, 
Tak terasa telah sampai aku di stasiun purwosari, 
Yang kalau tidak salah sekitar 40 menit lagi aku sampai di Lempuyangan, 
Ku pikir ada baiknya ku lupakan kenangan di kota itu, dan ku buat lagi di kota yang baru ,
Perjalan dingin sedikit lagi berakhir, hai, hallo Jogja, here i come :)



Ditulis di atas Kereta Api Kahuripan Tujuan Stasiun Lempuyangan - Yogyakarta
09 Januari 2017

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gadis Ponorogo

Kalian pernah bertemu dengan seseorang yang sangat menginspirasi ? Apa ? Belum ? hahah. Berarti kalau githu, saya duluan. Maksudnya saya duluan bertemu dengan orang yang seperti itu tak kurang dari 30 hari. Eitss, ini bukan 30 hari mencari cinta, namun ini 30 hari mencari jati diri dengan tujuan luhur menjadi manusia yang hakiki dengan kepribadian yang tinggi :))) *Tampang kece :)  30 hari terakhir ini, saya sangat bersyukur. Dikelilingi oleh orang-orang yang luar biasa. Terkadang saya suka mikir, bahwa diri ini selalu jauh dari syukur nikmat. Ingin rasanya, mengulang ke waktu lalu dan manarik kembali kata-kata yang penuh dengan kepesimisan setelah bertemu dan berada pada lingkaran yang luar biasa ini. Terlalu banyak intro, takutnya jadi gak penting terus nambahin dosa para reader karena bersumpah serapah pada tulisan gak penting ini !! *Tampang kece lagee :))) Beberapa hari yang lalu, salah satu dari mereka sebut saja namanya melati. Eh salah dink, Namanya Trisna Ari Rosinta

Post Paksaan #Eh

Dapat mention dari nyonyah yang kini berbeda pulau :p, Kata nyonyah, suruh tulis 17 resolusi baru di 2017, tapi saya lelah mikir resolusi. Saya mah siapa, Ngejalani sesuai norma yang berlaku aja sudah syukur, boro-boro mikir resolusi, Hidup sudah berat nyah !! Ditambah tugas dari nyonyah jadi tambah berat. hahaha Setelah beradu pendapat sengit, bersama nyonyah dan tuan diputuskan kalau diganti dengan 17 fact about me, terus di screenshoot di I.G setelah itu mention orang yang diinginkan. Pertama, saya tak ingin me-mention karena tak ingin di-mention :p. Deadline 2 hari setelah mention untuk pem-blogger amatiran kayak sayah adalah tenggang waktu sekarat urat nadi *lebay. Tapi nyonyah dan tuan suka maksa, mention tidak berkesudahan, dari pada punisment mending ditulis aja apa maunya. Ini pernyataan gak penting yang gak perlu dibaca seharusnya :p 17 fakta Unik Sally !!  Mari Di Mulai .. Nama saya Sally Irvina Ritonga lahir di padang dan hasil persilangan gen bapak Iriansyah

Hari #1

Saya kira, menikmati makanan enak itu adalah hak bagi segenap manusia yang ada di muka bumi. Jangan takut kalau mau makan, jangan sok kayak model papan atas yang mewajibkan punya ukuran badan yang minimalis supaya indah di pandang. Tapi kan gak semua manusia punya tuntutan yang seperti demikian, contohnya saya ! kwkwkw  Bisa makan dengan nikmat, selain butuh uang untuk menyediakan hal tersebut kita juga butuh dana untuk merawat tubuh supaya tidak sakit. Coba bayangkan, andai tersedia jejeran makanan yang lezat nan nikmat kalau kita sendiri tidak dalam keadaan baik misal demam, meriang, menggigil bisa di pastikan makanan nikmat tersebut tiada artinya.  Nah, sekarang coba lagi diperhatikan setelah uang dan kesehatan, saat menikmati juga butuh teman biar bumbu di makanan yang tadinya kurang garam sedikit, atau kurang micin sedikit jadi makanan sempurna yang ketika di telan. Bak katanya, teman yang mendampingi itu seperti micin alami ciye ciye ciye  1. Uang  2. Kesehatan  3. Teman  Terakhi