Kalau pun
harus memulai kalimat ini dengan perasaan yang cukup amat sangat kacau
balau,mungkin tulisan ini pun tak kan pernah terbit dan terbaca oleh
orang-orang yang penasaran apa sebenarnya arah semua ini kan bermuara.
Dari sejak awal untuk memutuskan sesuatu
yang itu semua menyangkut untuk keberlangsungan yang cukup amat lama mungkin
akulah orang yang paling rinci untuk memikirkan sesuatu. Aku tak pernah
risau,bagaimana orang lain menilai keputusan yang telah aku ambil. Dibenak ku
saat pengambilan keputusan hanya
bagaimana dengan keberlangsungan kebahagian aku dan terkhususnya bagi orang tua
ku.
Tapi,
semuanya secara tiba-tiba berubah. Ya, sangat amat jauh berubah bahkan orang
terdekat ku sekalipun, untuk sekejap tidak memahami ku hingga mereka
bertanya-tanya dalam relung hati. Apa???kenapa??kok begitu??kok begini??.
Namun, semua pertanyaan itu takkan pernah keluar dari mulut mereka karena terus
saja melihat ekspresi wajah ku yang selalu saja datar,berpura tiada masalah atau
bahkan bersikap acuh dengan semua raut wajah mereka yag sebenarnya ingin di
gubris.
Ya, akulah
orangnya yang selalu menyimpan semua perasaan hati,tertutup atau bahkan
betul-betul tak ingin menyingkap apa yang terasa atau sedikit berbagi cerita.
Pikir ku saat itu hanya satu, kalau pun aku berbicara pada mereka, apa perasaan
hati itu akan berkurang? kalau pun aku harus membuka mulut ku dan berbicara sedikit
apa semuanya kan berubah? Lantas,mengapa hati ini juga menjadi marah dan
meronta. Biar semua ku kembalikan pada sang empunya hati,namun terus saja
berkilah lari kencang tanpa pernah tau penyebabnya.
Untuk yang
satu ini,semuanya terasa sangat berbeda dengan kejadian lain. Bahkan keputusan
itu, yang hanya ku ambil karena
memikirkan perasaan hati orang tua,walau nantinya raga ini kan terpenjara
beton-beton gagah tak menjadi pertimbangan yang kini menjadi masalah besar.
Inilah yang menjadi suatu kebencian yang cukup amat sangat mendarah daging oleh
sahabat terdekat ku. Penafsirannya saat itu aku hanya bermain-main dan ketika
itu aku menjadi orang linglung atau sekejap lupa ingatan. Ya, sebenarnya semua
akibat itu telah terbang dan menari bebas di otak ku,tapi kilah hati ini hanya
memikirkan kedua orang tua. Aku tak ingin ini menjadi lebih rumit lagi,aku tak
ingin mereka yang renta menjadi lebih renta lagi memikirkan semua ini,biarkan
raganya saja yang telah renta dan biarkan hati itu tetap menjadi muda belia
yang identik dengan semangat dan rasa bahagia. Biarkan saja aku yang belum
renta ini menjadi pribadi yang dewasa dengan lebih memperdalam hati hingga
mampu dan sanggup menahan segalanya tanpa air mata dan rasa menyepi sendiri
yang tak akan terbalut luas. Namun, kilah sahabat ku,yang juga orang yang ku
percayai selama ini terus saja berkata dengan lantang dan semangatnya tanpa
pernah menghiraukan aku yang telah berlagak tegar di depannya, “namun,itu yang
membuat hati mu tersakiti tanpa pernah kau tau,bahwa tuhan telah marah pada mu
karena terus menerus menyakitinya dengan tidak memberi sedikit waktu istirahat
dan obat mujarab yang kini semakin langka kau berikan pada hati mu itu “. Salah
kah bila seperti itu?? Kalau ya,katakan bagaimana caranya supaya tiada yang
tersakiti?ajarkan pada ku,perjelas lagi pada ku dan beri tahu pada ku apa yang
ku pilih,”Hati ini atau kebahagian khalayak ramai”. Jawab dengan lantang semua
pertanyaan ku,jangan biarkan bibir mu itu tertutup rapat,biarkan suaru mu
terdengar telinga ku walau hanya sedikit,pilihan mana?cepat bisikkan saja pelan
pada ku,tak masalah asal aku tau,hingga hati ini dan semuanya yang ku takutkan
tak menjadi korban. Cepat,cepat dan cepatlah aku ingin mendengar jawaban mu
dengan suara yang sama saat engkau menyalahkan semua keputusan yang telah aku
ambil. Ayo,sahabat ku,cepat katakan pada ku, walau engkau juga teramat tak
mampu untuk mengungkap semuanya, aku jelas mengetahui itu,teramat sangat jelas
dengan semua gerak-gerik dan ekspresi wajah mu. Atau bahkan engkau acuh pada
semua ini,atau bahkan kau merasa kasihan dengan semua yang telah ku derita
hingga kau tak ingin menambah deretan kata-kata yang akan membuat semuanya itu
menambah beban hati yang tak mendapat obat ini. Entah apapun itu,tolong perkuat
aku,dan cukup dengarkan saja semuanya yang telah menjadi pilihan. Pesan ku
hanya satu cukup ingatkan aku,kalau yang akan ku kerjakan menentang semua
ajaran agama kita. Singkat ku, ingatkan aku pada semua ajaran sar’ii bila ku
terlupa dan salah.
Jalan ini kan
indah kawan,aku yakin itu. Tuhan kita tak pernah buta akan semua yang telah
kita perbuat. Biar sekecil biji zarah pun, Tuhan mu yang juga tuhan ku kan
membalasnya. Biarkan benih ini menjadi seperti padi yang bila semua nya telah
benar-benar matang kan di tuai yang semua orang kan bisa merasa walau hanya
satu dua orang yang menabur benih itu disawah,membajak, dan juga memeliharanya
hingga menuainya. Namun, cukup amat banyak orang yang akan merasanya. Biarkan
aku bersabar dalam ketekunan,karena sesuatu itu punya waktu yang telah
ditetapkan dan tak kan pernah bergeser. Jangan pikirkan aku,karena disini aku
masih seperti yang dulu,yang selalu bisa tersenyum,yang selalu saja bisa
menghibur dan menjadi teman mu saat semua masalah pelik menyinggahi mu. Tenang
dan kabarkan pada semua orang bahwa aku dan juga raga ini tak mati,terutama
hati ini tak kan lelah,karena ku yakin semua ada batasan yang telah
tergoreskan. Diam dan lihatlah aku dari kejahuan,pandang aku dan kenang lah aku
dalam setiap sujud dan doakan aku sebagaimana janji kita dulu,janji yang terus
menyatukan kita hingga kini. Hidup ini indah,begitu indah bila kita pandang
dari segi kanan,walau banyak kerikilnya,tapi itu semua kan menjadi butiran
pasir yang akan memperlancar jalan kita nanti atau bahkan membawa kita lebih
dahulu sampai pada tujuan kita.
Walau tatapan
nanar matamu,tetap saja tak pernah percaya dengan kata-kata yang telah
terlontar. Kau masih saja menganggap ku anak kecil yang baru belajar menaiki
sepeda,tanpa roda. Kau masih saja melirik ku dengan penuh keibaan,dan penuh pertanyaan,apakah
kini aku telah seperti yang dulu tanpa beban walau aku merasa semuanya masih
seperti yang dulu. Kau layaknya seorang ayah yang mengantarkan anak
perempuannya ke singgasana termegah,takut kalau-kalau anak tercintanya tak
bahagia dengan pendamping yang telah berjodoh padanya.
Dedikasi
terbesar ku haturkan pada mu. Seiring perjalanan ini,aku masih saja menjadi
orang bodoh,
Inilah
kemegahan cinta yang tulen,
Yang
pernah berakar,
Dan
pernah berantakan,
Tapi
kini kembali menggaung,
Karena
nurani yang tidak pernah menyerah,
Ia
dipijak, dianiaya,
Dan
dipaksa untuk mati,
Tapi
tak pernah ia merasa kalah,
Tak
pernah ia merasa binasa…….
“Dikuti
dari buku “Kembang Jepun – Remy Sylado”
Dedikasiku
untuk dia yang kan selalu berasa …….
Komentar
Posting Komentar